Friday, January 27, 2017

“Lakukanlah Kebenaran Allah.” (Mazmur 15:1-5)



“Lakukanlah Kebenaran Allah.” (Mazmur 15:1-5)
Allah menyatakan diriNya sebagai Allah yang mencintai kebenaran. Hal ini terutama dalam hubungan atau relasi kita dengan sesama. Bagaimana kita berbicara, bersikap dan bertindak terhadap orang lain ternyata sangat menentukan dalam hubungan kita dengan Allah. Pertanyaan pemazmur, “TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?” (ay.1) menunjuk kepada orang yang beribadah. Orang yang datang ke hadapan Allah sangat penting untuk memperhatikan bagaimana mereka memperlakukan sesamanya. Allah tidak hanya memperhatikan kesalehan kita dalam bentuk ibadah ritual tetapi juga dalam bentuk perilaku sosial kita. Dengan kata lain tindak-tanduk sosial kita adalah juga ibadah di hadapan Allah. Orang yang beribadah kepada Allah tetapi bertindak tidak adil dan menipu sesamanya merupakan ibadah yang hampa di hadapanNya. Karena itu tidak ada tempat di hadapan Allah bagi orang yang suka memfitnah, berbuat jahat dan menimpakan cela kepada sesamanya. (ay. 2-3) Hadirat Allah adalah bagi mereka yang hatinya bersih dan sungguh-sungguh takut akan Dia. Yesus sendiri berkata, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat. 5:8) Maka jika ingin mengalami perjumpaan dengan Allah dalam ibadah atau doa-doa kita pastikanlah terlebih dahulu hati kita bersih dari iri dan dengki. Buanglah terlebih dahulu dendam dan niat jahat terhadap sesama. “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu,” (Mat. 5:23-24) demikian kata Yesus untuk mengajarkan kemurnian hati dalam ibadah. Secara praktis hal ini mudah kita pahami, bagaimana mungkin kita bisa fokus berdoa kepada Allah sementara hati kita dipenuhi oleh kemarahan atau dendam. Melalui nats ini kita diajak untuk dengan rendah hati di hadapan Allah mengoreksi perilaku sosial kita; bagaimana kita memperlakukan keluarga, anak-anak, pasangan, orangtua, saudara, tetangga, rekan kerja, jemaat dan orang lain. Tuhan berkenan atas ibadah orang-orang yang bersih hatinya, jujur dan tulus dalam perilakunya. Bahkan Tuhan ada di pihak orang-orang seperti itu. Sebab itu beribadahlah kepada Allah dengan benar dan lakukanlah kebenaran Allah sebagai ibadahmu. Amin.

Friday, January 13, 2017

Logo HKBP 2017 : Tahun Pendidikan Dan Pemberdayaan

Latar Belakang
Logo tahun Pendidikan dan Pemberdayaan HKBP 2017 terinspirasi dari kisah Nommensen saat datang ke tanah Batak dan meminta ijin pada raja Pontas Lumbantobing untuk tinggal dan bekerja sebagai misionaris di Rura Silindung.
Saat itu Raja Pontas Lumbantobing bertanya, “apakah keuntungan dari kami jika kami menjadi anak bagi Tuhan?”. Nommensen adalah seorang figur yang menyebarkan ajaran Kristen secara kenosis dengan pendekatan dialektikal pada budaya Batak dalam ajaran teologia. Ia tidak hanya menceritakan sejarah umat Kristen dari Perjanjian Lama dalam kisah bangsa Israel, namun juga mengimplementasikan ajaran Kristen dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak dengan tidak mengubah tatanan budaya dan kearifan lokal masyarakat Batak.
Sehingga, saat itu jawaban Nommensen adalah ia ingin memajukan bangsa Batak, tidak lagi terbelakang melainkan menjadi bangsa yang besar secara pendidikan, kesehatan, moral di bawah naungan kepandaian dan kebijaksanaan yang didapat dari Tuhan — “Habisuhon dohot hapistaran dibagasan Tondi”.
Kemajuanlah yang ingin diterapkan dalam pribadi masyarakat Batak. Dalam kondisi apapun, bangsa Batak tetap berpegang teguh pada demokrasi budaya, beradat dalam menentukan kebijaksanaan, berjuang sekeras mungkin demi melakukan yang terbaik dan yang dicita-citakan. Semua itu berasal atas kepercayaan dan keyakinan yang diperoleh dari kekuasaan Tuhan.
Bangsa Batak menjadi bangsa yang besar karena penerapan pada kepribadian bangsa Batak. Kristen yang otentik tanpa menghilangkan akar “Habatahon”. Maka logo ini adalah persatuan antara tradisi dan gereja yang juga telah menjadi warisan yang ditinggalkan oleh Ompui Nommensen.
Bentuk dan Warna
Bentuk dasar logo diambil dari salah satu jenis gorga Batak, yaitu gorga singa-singa. Gorga adalah ukiran tradisional yang terdapat di dinding rumah bagian luar dan bagian depan dari rumah-rumah adat Batak [1]. Gorga singa-singa dipakai di rumah untuk menandakan bahwa rumah yang dibangun adalah milik seorang yang berwibawa dan dibangun sendiri dengan sekuat tenaga.
Maknanya, pada tahun 2017 ini setiap masyarakat Batak mampu berjuang dan mendapat kesempatan menjadi rumah bagi dirinya sendiri, membangun dan memberdayakan diri di berbagai aspek kehidupan sehingga menjadi pribadi yang utuh, berwibawa, bijaksana, berguna bagi dirinya sendiri, bagi khalayak banyak dan bagi Tuhan. Inilah orientasi dan sasaran pelayanan HKBP pada tahun 2017 ini yaitu Pendidikan dan Pemberdayaan [2].
Dua simbol berbentuk matahari adalah gorga Simataniari. Delapan segitiga yang mengelilinginya adalah arah mata angin. Bentuk segitiga yang serupa berarti bangsa Batak tersebar ke segala penjuru dan menjadi terang di setiap tempat bernaung dan berdedikasi. Bentuk yang ada di tengah-tengah adalah simbol Protestan yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti Kristus (red: mungkin yang dimaksud adalah simbol Chi Rho yang dipakai masyarakat Kristen sejak pemerintahan kaisar Romawi Konstantinus I [3]).
Warna merah “narara” berasal dari warna utama gorga Batak sedangkan warna biru diambil dari lambang gereja HKBP.
Sumber [4]
[1] https://tanobatak.wordpress.com/2007/06/07/ruma-gorga-batak/
[2]http://hkbp.or.id/index.php/2017/01/12/orientasi-pelayanan-hkbp-2017-pendidikan-dan-pemberdayaan/
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Simbol_Kristen
[4] lihat juga dalam http://horong123.com/2017/01/logo-tahun-pendidikan-dan-pemberdayaan-hkbp-2017/

“Berpegang teguh kepada pengharapan.” (Roma 15 : 4-13

“Berpegang teguh kepada pengharapan.” (Roma 15 : 4-13)


kita diajak untuk berpegang teguh kepada Pengharapan. Bagi orang yang sedang menunggu pengharapan merupakan dasar kekuatan yang membuatnya dapat tetap setia pada apa yang dinantikannya. Pengharapanlah yang membuat seorang pemuda/i dapat setia dalam cinta sekalipun orang yang disayanginya jauh darinya; pengharapanlah yang membuat seorang ibu kuat menahan rasa sakit selama mengandung anaknya ± 9 bulan sampai bersalin. Bahkan semua rasa sakit itu dianggap sebagai kebahagiaan demi sibuah hati yang dinantikan. Pengharapan jugalah yang membuat orangtua sabar mengalami banyak kesulitan dan bekerja keras demi anak-anaknya yang kelak akan menjadi orang yang dapat dibanggakan. Penulis Ibrani mengatakan bahwa pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita. (6:19) Artinya pengharapan membuat kita tidak goyah oleh gelombang kehidupan. Saat ini Gereja sedang dalam masa penantian akan kedatangan Kristus yang kedua kalinya. KedatanganNya adalah untuk menggenapi janji Kasih SetiaNya kepada setiap orang yang percaya dan melakukan kehendak Bapa di Sorga, saat dimana upah mereka dinyatakan. (bnd. Ibr.10:35, Why.22:12) Tentu banyak masalah atau cobaan bahkan penganiayaan yang dapat menggoyahkan Iman dan ketaatan kita. Di sinilah rasul Paulus mengajak kita untuk memperhatikan teladan yang diperbuat oleh Yesus bagi kita. Bagaimana Dia dengan sabar menanggung segala penderitaan yang ditimpakan atasNya. Dia memikul kesengsaraan itu sebagai konsekwensi daripada tugas penyelamatan yang diberikan Bapa kepadaNya. (bnd. Ay.3) Mengapa Kristus dapat menanggung semua dengan sabar? Sebab di balik semua jalan penderitaan itu terdapat hal yang terbesar yaitu; keselamatan dunia ini dari belenggu dosa dan maut. Penderitaan Kristus bukanlah kekalahan Kerajaan Allah melainkan jalan menuju kemenangan atas iblis dan dosa. Oleh penderitaanNya terbukalah jalan bagi seluruh bangsa untuk datang kepada Allah dan beroleh keselamatan. Apa yang dapat kita teladani dari perbuatan Kristus ini? Tetaplah fokus pada Pengharapan kita. Sekalipun belum tampak, namun apa yang kita harapkan itu jauh lebih berharga dari apapun yang berharga di dunia ini. Jangan biarkan dirimu tersandung oleh hal-hal yang tak berguna yang dapat membuatmu kehilangan upah terbesar, seperti; egoisme, dendam, suka bermusuhan, kesombongan, keangkuhan, materialisme, cinta uang, dsb. Jika ada hal yang mengharuskan engkau menderita demi pengharapan itu, maka hadapilah dengan sabar. Amin. 

“Jangan takut, Akulah perisaimu.” (Kejadian 15 : 1–6)

“Jangan takut, Akulah perisaimu.” (Kejadian 15 : 1–6)

Gelisah, galau, khawatir bahkan takut adalah manusiawi. Artinya; tidak ada manusia yang tidak pernah mengalaminya. Hal ini menyadarkan kita akan kemanusiaan kita. Dengan memiliki rasa takut itu tandanya kita adalah manusia. Itu sebabnya kita membutuhkan Pribadi yang sempurna untuk menolong kita menghadapi hal-hal yang dapat membuat kita takut. Kita membutuhkan Allah. Demikianlah Abraham; hatinya diteguhkan kembali oleh Allah dari rasa takutnya. Abraham takut mana kala ia meninggal tanpa memiliki anak sebagai pewarisnya. Hal ini sangat mengganggu pikiran Abraham terlebih ia sudah sangat tua, begitu juga isterinya. Dapat dibayangkan betapa hebat rasa takut yang dialami oleh Abraham. Dalam keadaan demikian Allah menyatakan diri kepadanya dan berfirman: “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.” (ay. 1) Lalu Abraham  mengutarakan kegelisahan hatinya bahkan uneg-unegnya kepada Tuhan: “Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku.” (ay. 3) Pernahkah kita sedekat ini kepada Tuhan? Segala beban yang terselip di hati bahkan uneg-uneg sekalipun kita curahkan kepadaNya. Inilah gambaran riil (konkret) orang beriman. Beriman bukan berarti tidak pernah mengalami kekhawatiran atau mengeluh. Namun yang terpenting adalah kepada siapa kita mencurahkan semua itu. Beriman bukan berarti orang yang selalu kuat dalam segala hal atau keadaan melainkan orang yang selalu membutuhkan Allah pada setiap waktu, di sepanjang hidupnya. Abraham disebut sebagai bapa orang percaya; hal itu tidak terjadi dalam sehari atau seminggu, bahkan setahun. Hal itu merupakan hasil dari perjalanan hidupnya jatuh bangun selama berpuluh-puluh tahun. Terkadang ia takut tapi dikuatkan kembali oleh Firman Allah yang datang kepadanya. Jika Abraham begitu membutuhkan Firman Allah, terlebih kita. Kiranya Firman Allah hari ini meneguhkan hati kita dalam  menjalani kehidupan kita. Amin.


“KepadaNyalah Aku berkenan.” (Matius 3:13-17)

“KepadaNyalah Aku berkenan.” (Matius 3:13-17)


Ada dua jenis penyataan Allah; pertama adalah penyataan umum dan kedua adalah khusus. Penyataan umum adalah melalui perbuatan Allah dalam alam semesta. Seluruh umat manusia dapat melihat kebesaran Allah melalui alam semesta ciptaanNya. Sedangkan penyataan khusus dilakukanNya lewat FirmanNya. Untuk itulah Allah mengutus para hambaNya. Penyataan Allah yang terbesar adalah dalam diri Yesus Kristus. (Bnd. Yoh.14:9) Dalam nats ini hal tersebut terdengar jelas oleh suara dari Sorga: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (ay. 17) Siapakah Yesus Kristus? Dia adalah Anak Allah yang kekasih, dan Allah berkenan kepada-Nya. Apa artinya itu? Allah berkenan menggenapi seluruh kehendak-Nya dalam diri Yesus Kristus. Seluruh hidup Yesus di dunia ini adalah dalam rangka untuk memenuhi kehendak Allah. Hal itu juga terlihat dalam jawaban Yesus kepada Yohanes Pembaptis saat ia enggan untuk membaptiskan-Nya: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” (ay.15) Memang rasanya tidak patut karena Yesus lebih besar dari Yohanes, tapi kehendak Allah harus diutamakan. Bagi orang yang berkenan kepada Allah tidak ada hal yang lebih penting selain daripada melakukan kehendak Allah. Itulah Yesus Kristus yang dinyatakan kepada kita hari ini. Sebagai pengikut-Nya hidup kita hendaknya selalu dipersembahkan untuk melakukan kehendak Allah. Terkadang kita diperhadapkan pada situasi dimana kita harus memilih antara kehendak/keinginan kita atau kehendak Allah. Dalam hal ini godaan terbesar adalah memilih kehendak kita karena hal itu sepertinya lebih indah dan menguntungkan bagi kita. Tetapi sebagai orang Kristen sejati kita harus berani memutuskan seperti yang pernah Yesus lakukan: “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk. 22:42) Bagaimanapun yang baik bagi kita belum tentu baik bagi Allah, tapi yang baik bagi Allah pasti baik bagi kita. Tidak mudah memang tapi hal ini akan bisa kita lakukan apabila kita memberi diri kita dikuasai dan dipimpin oleh Roh Allah. Hanya dengan cara demikian kita dapat menjadi orang yang berkenan kepada Allah. Orang yang dikenan Allah akan selalu disertaiNya dalam segala keadaan, baik suka maupun duka. Amin.

“Menjadi terang bagi bangsa-bangsa.” (Yesaya 49:1-7)

“Menjadi terang bagi bangsa-bangsa.” (Yesaya 49:1-7)

Dalam Minggu II Ephipanias ini Allah menyatakan diriNya sebagai Allah yang sanggup melakukan perkara yang besar melebihi kekuatan dan pikiran manusia. HambaNya berpikir bahwa jerih payahnya telah menjadi sia-sia. Pelayanannya tidak menghasilkan apa-apa malah sepertinya manusia makin jauh dari TUHAN. Namun itu pikiran manusia, bagi Allah tidaklah demikian. Semua itu diberkati oleh Allah dan pasti akan menghasilkan buah. (ay.4) Bahkan Allah memiliki rencana yang jauh lebih besar untuk dikerjakan melalui dirinya. Allah akan membuatnya menjadi terang bagi bangsa-bangsa. (ay.6) Sementara hamba itu berpikir bahwa membimbing satu bangsa di jalan TUHAN sudah merupakan pekerjaan yang amat besar, justru bagi Allah itu masih terlalu kecil. Allah tidak hanya membuatnya menjadi terang bagi orang Israel saja melainkan untuk bangsa-bangsa. Dia akan menjadi terang yang menuntun banyak bangsa datang kepada Allah dan beroleh keselamatan. Inilah Allah yang dinyatakan kepada kita saat ini. Nats ini kiranya dapat menyegarkan kembali kekuatan kita untuk lebih optimis dan dinamis menjalani kehidupan kita tahun 2017 ini. Buanglah sikap pesimistis dan apatis karena hal itu tidak pantas bagi umat Allah. Selain itu janganlah cepat berpuas diri atas pencapaian yang sudah diraih, lalu menganggap sudah tiba pada puncak tertinggi. Umat Allah tidak boleh hidup dalam sikap status quo atau tinggal dalam zona amannya sendiri. Cara berpikir dan sikap hidup seperti inilah yang hendak dibongkar oleh Firman Tuhan hari ini. Manusia berpikir, “ini sudah terlalu besar,’ tapi Allah berkata, “itu masih terlalu kecil.” Allah kita sangat Besar maka rencanakan, harapkan, pikirkan dan lakukanlah juga yang Besar. Tapi ingat, jangan lakukan dengan mengandalkan kekuatanmu sendiri, tapi serahkanlah hidupmu sepenuhnya di tangan Allah. Lakukan itu dengan doa setiap hari. Kita adalah orang-orang biasa tetapi ketika berada di tangan Allah kita akan menjadi seperti; pedang yang tajam atau panah yang runcing. Kita akan menjadi orang-orang yang luar biasa ketika menyerahkan hidup kita dipakai oleh Allah. Hal itu telah dialami oleh Petrus; dari penjala ikan telah dipakai Tuhan menjadi penjala manusia. Paulus; dari penganiaya telah menjadi pembangun jemaat. Hal yang sama dapat terjadi pada kita. Berilah dirimu dipakai oleh Tuhan, maka engkau akan melihat betapa besarnya Allah kita. Amin